Test Footer 2

IKLAN

JAM ISUN

Visitor

Website counter

Labels

Labels

komputer (18) news (39)

Arsip Blog

Popular Posts

Televisi Masa Depan

HDTV ( High Definition Television ) merupakan media komunikasi baru dan teknologinya masih dalam proses penggarapan yang sangat ramai, terutama pada awal dekade ini. Secara singkat sejarah perkembangan HDTV dimulai oleh Jepang yang dimotori oleh pusat riset dan pengembangan NHK (TVRI/RRI-nya Jepang) pada tahun 1968, kemudian diikuti oleh Masyarakat Eropa sebagai pembanding dan akhirnya Amerika Serikat menjadi kompetitor yang harus diperhitungkan. Diperkirakan bahwa teknologi HDTV ini akan menjadi standar televisi masa depan, sehingga seorang peneliti senior dalam bidang sistem strategi dan manajemen Dr. Indu Singh meramalkan bahwa pasar dunia untuk HDTV ini akan mencapai 250 billion dolar pertahun (tahun 2010). Untuk itu pada dekade tahun 1990 ini negara-negara maju telah dan sedang berusaha agar bisa membuat teknologi tersebut sehingga bisa menguasai pasar dunia (posisi strategis). Karena itu maka sekarang telah bermunculan berbagai standar, yang satu sama lainnya saling berbeda. Yang menjadi persoalan sekarang adalah bagaimana sebaiknya bagi negara berkembang ? Sebelumnya marilah kita simak dulu pengertian dasar dari HDTV dan prasarat idealnya.
Apa itu HDTV ? HDTV dapat diartikan sebagai suatu sistem media komunikasi bergambar dan atau bersuara dengan tingkat kualitas ketajaman gambar (resolusi) yang sangat tinggi (hampir sama dengan kualitas film 35-mm/bioskop) dan kualitas suaranya juga menyerupai CD (Compact Disk). Dalam hal ini teknologi pemrosesan sinyal digital dan displai memberikan peran yang sangat penting. Diharapkan juga bahwa nantinya bisa melayani multi-bahasa dan multi media. Karena HDTV merupakan sistem komunikasi, maka seperti juga sistem komunikasi konvensional, untuk penyelenggaraannya memerlukan beberapa komponen dasar seperti pusat produksi (studio), pemroses/penyimpan. sistem transmisi dan pesawat penerima. Sistem Siaran Ideal Untuk dapat menyelenggarakan sistem siaran HDTV baik secara nasional maupun global yang ideal, diperlukan beberapa kriteria antara lain sebagai berikut :
- Penggunaan sinyal standar yang sama (di dunia /dalam satu negara)
- Biaya pesawat penerima yang murah /terbeli oleh khalayak
- Kompatibel dengan sistem yang sudah ada
- Bisa dihubungkan dengan media lain (multi-media)
- Dapat terjangkau secara meluas (aspek pemerataan)
Kompetisi Standar
Disamping aspek pasar yang menggiurkan, dalam sistem penyelenggaran HDTV yang global mempunyai dampak yang luas pada bidang budaya, sosial politik sampai pada pertahanan. Karena itu negara-negara maju telah berlomba agar sistem yang mereka kembangkan itu nantinya dapat dipakai sebagai standar dunia (global). Standar yang telah masuk dalam agenda rapat CCIR( badan internasional yang menangani standarisasi sistem penyiaran), baru dua yaitu MUSE (Jepang) dan HD-MAC (Eropa). Sementara itu Amerika Serikat yang diatur oleh FCC (Komisi Komunikasi) sedang ditegangkan untuk memutuskan satu standar dari masing-masing team (konsorsium) yang sedang berkompetisi. Karena kepentingan masing-masing negara yang berbeda-beda apakah CCIR bisa memutuskan pemakain standar yang tunggal ? Pengalaman dari sistem TV konvensional yaitu adanya PAL/SECAM di Eropa & ASEAN, NTSC di Amerika dan Jepang, rasanya sulit CCIR untuk bisa memutuskan pemakaian tunggal sistem penyiaran HDTV ini. Disamping itu juga ada badan standarisasi dibawah ISO yaitu MPEG (Kompas 25 April 1993, penulis yang sama) yang menangani standarisasi pengkodean dan pemampatan sinyal gambar bergerak. Untuk sinyal gambar dengan ketajaman tinggi (HDTV), sampai saat ini belum ada kesepakatan dan direncanakan diselesaikan pada tahun 1995.
Negara Berkembang
Setiap negara tentu saja menginginkan bahwa negaranya bisa maju dalam segala hal, termasuk teknologi HDTV. Bagi negara maju yang infrastrukurnya sudah lengkap yang menjadi masalah penerapan adalah kompetisi. Namun demikian bagaimana dengan negara berkembang yang infrastrukturnya masih terbatas (lihat idealisasi sistem siaran diatas) , apakah mau menciptakan standar sendiri ataukah mengikuti standar yang sedang dikembangkan oleh bangsa maju dan kapankah HDTV tersebut layak diterapkan?
Karena tingkatan teknologi HDTV yang ada sudah demikian maju ,kemungkinan membuat standar sinyal sendiri hanyalah membuang waktu dan dana. Namun demikian kalau mengikuti standar lain harus bagaimanakah? Alangkah bijaksananya kalau negara berkembang bisa mempelajari sistem HDTV ini baik dari segi produksi, transmisinya, pesawat penerima bahkan sampai industri pembuatan komponen-komponen tersebut. Karena tanpa bisa memproduksi , negara tesebut akan selalu bergantung. Pertanyaan berikutnya lalu standar mana yang harus dipakai ? MUSE, HD-MAC atau ADTV-nya Amerika. Untuk menjawab pertanyaan ini dan sekaligus menyelesaikan persoalan-persoalan idealisai sistem penyiaran diatas kiranya diperlukan strategi dan pentahapan yang terpadu. Karena teknologi HDTV tidak semata-mata teknologi televisi saja, maka demi keterpaduan sebaiknya di dalam pengkajian , maupun pengembangannya dilakukan oleh beberapa instansi dan industri yang terkait, seperti Telekomunikasi (TELKOM), Perguruan Tinggi, Pengkajian Teknologi (BPPT,LIPI), Industri elektronika (INTI, LEN,National, Elektrindo) , Kementrian Industri dan Perdagangan (Indag), dsb-nya. Sebagai contoh keterpaduan yang dilakukan di Jepang untuk pengembangan industri televisi yang dimulai dekade 50. Dengan dimotori oleh Pusat Riset dan Pengembangan NHK, Jepang memaksa industri-industri dalam negeri (SONY, Matsuhita, dll) untuk bisa memproduksi Televisi dan komponen terkait dengan orientasi mula pasar dalam negeri. Dengan dilaksanakan siaran secara langsung melalui media televisi upacara pernikahan kaisar (emperor) Akihito pada tahun 1959, meledaklah industri televisi di Jepang . Akhirnya seperti kita ketahui dengan baik bahwa Jepang telah bisa merajai teknologi televisi dan pasar dunia. , bahkan telah berhasil menayangkan program HDTV 8 jam sehari (mulai 25 Nopember 1991).
Yang menjadi harapan Jepang selanjutnya adalah bahwa pasaran Hi- Vison-nya (HDTV) akan meledak pada pernikahan mahkota berikutnya Naruhito dengan Masako Owada pada bulan Juni ini. Namun ini masih menjadi pertanyaan karena harganya masih mahal (1.0 juta yen), sehingga
sampai akhir Mei ini jumlah pesawat penerimanya baru sekitar 10.000. Para peneliti Jepang sedang berusaha habis-habisan untuk bisa mengeffisienkan komponen IC-nya sehingga diharapkan harganya menjadi murah. Contoh lain adalah Korea Selatan, mereka tidak terburu-buru mengadakan penyelenggaraan-nya disaat standar belum mapan, namun yang mereka kejar adalah bagaiamana memproduksi HDTV untuk bisa di ekspor, sehingga mereka mengirimkan ahli-ahli-nya yang bisa membu at HDTV ke Jepang , Eropa, Amerika. Kegiatan ini adalah merupakan konsorsium dari pemerintah dan industri-industri terkait seperti Golden Star, Samsung , Daewo, Korean Telocom dsb-nya. Proyek pengembangan produksi HDTV di Korea ini dimulai sejak tahun 1989, dengan biaya 100 milyar won, 60 prosen diantara-nya dikeluarkan dari kocek pemerintah. Target yang mereka harapkan adalah, konfigurasi dasar
(prototipe) akan selesai dilaksanakan pada tahun 1993, sedangkan secara ambisius pada tahun 1995 nanti bisa membuat produksi secara masal. Kelihatannya sangat netral dan beralasan sekali ,saran seorang mantan peneliti dari NHK yang sekarang menjadi guru besar di salah satu perguruan tinggi di Jepang, yang menyatakan bahwa kalau negara berkembang ingin mengembangkan sistem siaran HDTV, maka yang perlu dibenahi dulu antara lain adalah , perbanyaklah ahli elektronika (pendidikan) dan yang terkait sehingga bisa membuat , menjalankan dan memasarkan industri elektronika secara mandiri. Menurut beliau kalau ini dikerjakan mulai sekarang dengan kerja keras (Gambate /bahasa Jepang), mudah-mudahan penyelenggaraan sistem siaran HDTV ini bisa dilaksanakan dalam kurun 10 tahun yang akan datang.

Ukuran Shot



Big Close Up ( BCU )
- pengambilan gambar dari batas dagu hingga dahi



C
lose Up ( CU )
- pengambilan gambar dari batas kancing pertama hingga kepala



Medium Close Up ( MCU )
- pengambilan gambar dari batas siku hingga kepala



Medium Shot ( MS )
- pengambilan gambar dari batas pinggang/pusar hingga kepala



Knee Shot ( KS )
- pengambilan gambar dari batas lutut hingga kepala





Medium Long Shot / Full Shot ( FS )
- pengambilan gambar dari batas atas kepala hingga kaki, dengan ruang gerak objek sempit .





Extreme Close Up (ECU )
- pengambilan gambar detail pada bagian tertentu, misal : mata, bibir


Long Shot ( VLS )
- pengambilan gambar dari batas kaki hingga kepala dengan ruang obyek yang sempit




Very Long Shot ( VLS )- pengambilan gambar dari jarak jauh dengan ruang obyek yang luas

Pergerakan Kamera

Pan ( Right, Left )- pergerakan kamera kekiri dan kekanan sesuai poros
Tilt Up / Down- pergerakan kamera naik dan turun sesuai poros
Track In / Out- pergerakan kamera lurus kedepan / kebelakang
Zoom In / Out- pergerakan lensa menjauh / mendekati obyek
Follow Shot- pergerakan kamera mengikuti obyek
Crab Right / Left- pergerakan kamera geser kekanan / kekiri
Swing Right / Left- pergerakan kamera lengkung kekanan / kekiri
Ring Shot- pergerakan kamera memutari obyek
Subjektive Shot- pergerakan kamera mewakili / menjadi mata obyek
Travelling Shot- pergerakan kamera berjalan / menyapu semua obyek

Review Software Editing


Canopus EDIUS : Menurutku ini software editing profesional terbaik yang pernah dibuat "User Friendly" mungkin karena Grass Valley sang pencipta mengkhususkan diri / fokus dalam software video editing. Tampilannya yang sederhana but modern dengan warna layout yang soft membuat kita betah berlama2 di depan komputer, apalagi warna layout bisa dirubah sesuai keinginan kita. Ditambah layout monitor, timelime, effect dibuat terpisah ( seperti Macintosh ) so kita bisa mengatur komposisi layout seenaknya apalagi saat menggunakan dual monitor. Pengaturan warna, croping, audio bisa dengan sangat mudah dilakukan dengan effect2 yang lumayan banyak, bahkan effect yang telah kita modifikasi bisa kita save as preset ( jadi ga perlu buat lagi, tinggal drag ) . Untuk memudahkan editing kita bisa seenaknya mengganti shortcut standar sesuai keinginan kita. Edius salah satu software editing yang realtime tanpa ada loading conforming seperti Premiere dan export render yang super cepat. Kemampuan titling dan penambahan efffect sangat luar biasa ditambah efek transisinya yang sangat variatif. Pilihan export avi dengan banyak pilihan format ( terlengkap ) mulai mpeg, tga, hingga quicktime tanpa converter. Aplikasi multicam hingga 8 source video benar2 patut diacungi jempol, tanpa ada hang ato tersendat kita bisa menjadi Program Director memilih dan menata gambar hanya dengan "klik" dan semua itu otomatis. Banyak lagi kelebihan lain yang ngga sempat saya tuliskan. Agaknya software ini tidak terlalu populer, tapi saya yakin setelah mencobanya anda pasti jatuh hati....
Kelemahan : Untuk pemula mungkin terasa sulit karena tidak tersedia Tools Layout seperti software lain, cutting, triming semua basic shortcut
Saran : paling cocok untuk spot editing, wedding ato company profile
Berikut Tips & Trik bagi yang berminat mempelajari EDIUS lebih dalam.....

Final Cut Pro :Software besutan Mac OS ini benar2 memanjakan penggunanya yang ingin membuat karya menarik tanpa harus memutar otak dan memeras keringat. Bayangkan Mac OS mengobral efek ato template gratis plug and play. Begitu banyaknya pilihan efek ataupun transisi yang ngga ndeso, sehingga pemula pun sekejap menjadi profesional editor. Bagi yang terbiasa menggunakan Adobe Premiere pasti tidak sulit beradaptasi dengan software ini, karena cara kerja dan layout yang hampir sama. Ketika import file tidak ada sama sekali loading conform. Dengan spek standar Mac, software ini terbilang cukup bandel dengan akses export movie yang sangat cepat.
Kelemahan : Preview tidak realtime, kita harus selalu melakukan pre-render setelah melakukan perubahan atau penambahan efek.

Avid Expres Pro
: Software ini sangat mengutamakan ketepatan dan kecepatan, so untuk pengeditan sebuah berita, penggunaan software ini sangatlah cocok ( lebih mirip editing linier ). Effect video maupun transisi tidak tersedia banyak alias standar banget, konon software ini banyak digunakan dalam dunia perfilman kecuali holywood yang high budget. Kelemahan yang menonjol ialah ketika import materi, diperlukan waktu yang cukup lama untuk sekedar conform ditambah tools editing yang rumit. Cukup merepotkan jika kita tidak hapal dengan shortcut yang tersedia, namun jika shortcut udah diluar kepala dijamin kecepatan dan ketepatan tiada banding.
Adobe Premiere : Software pertama kali yang saya kenal dan menurut saya terbaik ( waktu itu ) mungkin bagi teman2 lain juga. Untuk pemula software ini cukup mudah karena terdapat tampilan Tools Editing jadi dengan mudah kita ingin memotong, menggabung, menambah dll. Namun hingga produk terbaru ( Adobe Premiere Pro CS 3 ) tampilannya hampir tidak ada yang berubah ( kuno, sorry :). Pemanfaatan multicam yang ribet dan memerlukan spek komputer yang tinggi untuk menjalankan aplikasinya.
Ulead : Untuk pemula
Sony Vegas : Unggul dalam touch up warna

Sejarah Dan Pengertian Editing

Sejarah Editing 
Pada saat lumiere mulai membuat film, editing belum menjadi bagian dari proses pembuatan film. Karena pada saat itu film-film lumiere hanya terdiri dari satu buah shot (single shot) dengan panjang durasi yang sama dengan kejadian sesungguhnya (real time). Tidak ada manipulasi waktu. Melies adalah orang pertama yang membuat film dengan melalui proses editing. Editing yang dilakukannya masih sangat sederhana. Film pertamanya yang menggambarkan perjalanan orang ke bulan (a trip to the moon) hanya menggunakan editing untuk kesinambungan bercerita (cutting to continuity). Melies melakukan editing untuk menyambung tiap2 adegan yang hanya terdiri dari satu shot untuk tiap adegannya (sequence shot). Le Voyage Dans la Lune – A Trip to the Moon (1902). Dari sini bisa kita simpulkan bahwa editing terjadi apabila terjadi proses pemotongan dari banyak shot. Seiring dengan perkembangan jaman, editing juga mengalami perubahan. Sebuah film tidak lagi terdiri dari satu shot untuk tiap adegannya. Kita juga kemudian mengenal adanya tipe shot. Sehingga editing memegang peranan yang cukup penting dalam pembuatan dalam sebuah film. Dengan adanya editing, kita akhirnya mengenal adanya film time, waktu yang terjadi dalam film. Editing dapat melakukan manipulasi waktu dalam film. Sehingga waktu yang diciptakan bisa menjadi lebih singkat, atau malah sebaliknya menjadi lebih lambat. Sebagai contoh, sebuah kejadian 10 tahun bisa diceritakan hanya dalam waktu 10 menit. Begitu juga waktu yang hanya 10 menit, bisa diceritakan menjadi 1 jam. Meskipun tahapan editing dikerjakan oleh editor dan dilakukan setelah proses pengambilan gambar, pemikiran editing (editorial thinking) sudah harus dilakukan oleh semua tim kreatif jauh sebelum pengambilan gambar dimulai. Sehingga ketika semuanya sudah masuk ke meja editing menjadi materi yang siap untuk diedit. 

Pengertian Editing 
Editing adalah proses penyambungan gambar dari banyak shot tunggal sehingga menjadi kesatuan cerita yang utuh. Editor menyusun shot-shot tersebut sehingga menjadi sebuah scene, kemudian dari penyusunan scene-scene tersebut akan tercipta sequence sehingga pada akhirnya akan tercipta sebuah film yang utuh. Ibarat menulis sebuah cerita, sebuah shot bisa dikatakan sebuah kata, scene adalah kalimat, sequence adalah paragraph. Sebuah cerita akan utuh bilah terdapat semua unsur tersebut, begitu juga dengan film. Seorang editor harus tahu bagaimana bertutur cerita yang baik. Dia bertanggung jawab dalam pengerjaan akhir sebuah film. Tanpa proses editing yang baik, sebuah produksi yang telah mengorbankan uang dan tenaga menjadi sia-sia. Memang benar, seorang editor hanya bisa menghasilkan film yang baik, sebaik materi yang dia terima. Hanya saja, seorang editor yang baik dan kreatif mampu menutupi semua kekurangan yang dialami ketika proses pengambilan gambar. Sehingga penonton tidak pernah tahu dimana letak ketidaksempurnaan itu. Seorang editor dituntut untuk membuat keputusan setiap saat. Dia menentukan shot mana yang akan dipakai, berapa lama shot itu akan dipakai, kapan sebuah shot harus dipotong, bagaimana urutan shot yang disusun, dan sebagainya. Sebuah awal adegan bisa saja dimulai dengan Establish Shot sebuah tempat kejadian, tapi bisa juga dimulai dengan Close Up aktor. Sebuah materi yang sama bisa menghasilkan banyak kemungkinan. Apalagi dikerjakan oleh editor yang berbeda. Jangan ragu untuk bereksperimen dalam menyusun shot-shot tersebut. 
Untuk membantu menentukan keputusan-keputusan tersebut, ada tiga hal yang perlu diperhatikan. Antara lain:  
  1. Fungsional, menentukan sebuah shot berdasarkan fungsinya. Sebuah shot lebar (Wide Shot) mempunyai fungsi yang berbeda dengan shot padat (Close Shot). Untuk menekankan sesuatu biasanya digunakan shot padat.  
  2. Proposional, menempatkan sebuah shot sesuai dengan proporsinya. Panjang pendek sebuah shot haruslah proposional. Begitu juga dengan penentuan titik potong (cutting point) dari sebuah shot. Penempatan shot yang terlalu panjang akan membuat penonton menjadi bosan, meskipun shot itu sangatlah baik. Begitu juga dengan penempatan shot yang terlalu pendek akan membuat penonton tidak menangkap pesan yang ingin disampaikan.  
  3. Struktural, menentukan struktur susunan shot yang dibuat. Struktur editing tidaklah harus berurutan dari a sampai z. Bisa saja strukturnya dimulai dari b-c-a-g-d dan seterusnya. Ini juga dikenal sebagai juxtaposition.
Pertimbangan ketiga hal diatas agar tujuan dari pesan yang ingin kita sampaikan bisa tercapai dengan baik. 

TIPS
Posisikan diri kita sebagai penonton setelah kita selesai mengedit sebagian atau seluruh film kita. Tanyakan pada diri kita apakah pesan yang ingin disampaikan bisa diterima atau tidak. Mintalah bantua orang lain untuk menonton hasil kita untuk membantu mengurangi penilaian kita yang terlalu subyektif. Tanyakan juga kepada mereka apakah pesan yang mereka terima, apakah sudah sama dengan pesan yang ingin kita sampaikan. 

Editing Berdasarkan Media Rekamnya  
  1. Editing dengan media seluloid. Editing dengan media seluloid secara fisik memotong dan menyambung pita seloluid. Biasanya menggunakan alat editing dengan merk STEINBECK dan MOVIOLA.  
  2. Edting  dengan media video. Editing dengan melakukan proses copy dari satu pita video ke pita video yang lain. Menggunakan minimal dua alat yang berfungsi sebagai pemutar dan perekam (VTR, Video Tape Recorder). Editing seperti ini juga dikenal sebagai editing Deck to Deck atau Tape to Tape. Karena menggunakan alat analog, kemungkinan terjadinya penurunan kualitas sangatlah besar. Selain itu, kemungkinan pita tergores (scratch) juga besar dikarenakan terlalu seringnya pita kita diputar.  
Saat ini hampir semua proses editing dilakukan dengan menggunakan komputer. Semua materi terlebih dahulu ditransfer (capture/digitize) ke dalam komputer, baru kemudian dilakukan proses editing. Untuk ini diperlukan seperangkat komputer multimedia dengan video capture card (firewire card apabila menggunakan video digital) dan software editing. Saat ini banyak sekali software editing yang beredar di pasaran. Yang paling sering digunakan dalam dunia profesional untuk Digital Video (DV) adalah AVID XpressPro®, Adobe Premiere Pro® dan Final Cut Pro®. 
Dalam pengerjaannya, editing dibagi menjadi 2, yaitu:  
1. Linear  Editing  
Editing dengan menyusun gambar satu per satu secara berurutan dari awal hingga akhir (seperti membentuk sebuah garis lurus tanpa putus). Sehingga seandainya terjadi kesalahan dalam menyusun gambar, kita harus mengulang kembali proses editing yang telah kita lakukan. Editing dengan proses seperti ini biasanya dilakukan dengan media video.  
2. Non-Linear  Editing (NLE)  
Editing dengan menyusun gambar secara acak (tidak berurutan). Dengan editng seperti ini, kita tidak lagi harus memulai editing dari awal dan berurutan hingga akhir. Kita bisa saja memulainya dari tengah, akhir, atau darimana pun. Tergantung dari materi mana yang telah siap terlebih dahulu. Dengan editing ini juga, memungkinkan kita untuk merubah susunan dan panjang gambar yang telah kita buat sebelumnya. Editing dengan proses seperti ini hanya mungkin dilakukan pada media seluloid dan tekhnologi digital (komputer). Karena editing dengan media film sudah sangat jarang digunakan dan pemakaian komputer untuk editing semakin sering kita temui, maka Non Linear Editing identik dengan Digital Video Editing. Editing yang akan kita gunakan adalah Non-Linear Editing 
Editing Dokumenter
Secara Garis Besar, jenis film terbagi menjadi 2, yaitu fiksi (cerita) dan non-fiksi (dokumenter). Dalam pengerjaannya, khususnya di bidang editing, tiap-tiap film membutuhkan penanganan khusus. Sebuah film cerita lebih menekankan pada pengembangan plot cerita, sedang dokumenter lebih menekankan pada pemaparan sebuah tema.  Produksi film cerita biasanya jauh lebih bisa dikontrol daripada dokumenter. Skenario yang telah dibuat kemudian dipecah menjadi gambar-gambar yang siap di rekam (director shot/shot list). Kemudian semua kru mempersiapkan adegan yang akan direkam. Penataan kamera, lampu, warna, pemain dan sebagainya disiapkan untuk menerjemahkan skenario yang ada menjadi gambar (footage) yang siap diedit. Setelah itu editor bertugas menggabung potongan-potongan shot tersebut menjadi satu kesatuan cerita yang utuh sesuai dengan skenario yang telah dibuat. Dokumenter secara umum bekerja dengan cara yang berlawanan. Tidak ada pemain disini, hanya subyek yang diikuti oleh pembuat film. Orang-orang sungguhan yang berada dalam suasana sungguhan, melakukan hal-hal yang biasa mereka lakukan. Penempatan kamera dan lampu hendaknya bukan menjadi hal yang menonjol. Peristiwa yang terjadi di depan kita tidak memungkinkan untuk kita melakukan itu. Peran sutradara menjadi tidak besar. Film dokumenter dibentuk di dalam editing. Ini menjadikan editor memiliki fungsi yang sangat penting dalam menyelesaikan pembuatan film dokumenter. Fungsi ini memberi kebebasan lebih bagi seorang editor dokumenter. Hanya saja yang perlu diingat adalah, dengan kebebasan juga tertadapat tanggung jawab yang besar. 
Tahapan Editing 
Film Fiksi 

Keterangan:  
  • Logging :  Mencatat dan memilih gambar yang akan kita pilih berdasarkan  timecode yang ada dalam masing-masing kaset.  
  • NG  Cutting : Memisahkan shot-shot yang tidak baik (NG/Not Good)
  • Capture  / Digitize : Proses memindahkan gambar dari kaset ke komputer  
  • Assembly :  Menyusun gambar sesuai dengan skenario  
  • Rough  Cut : Hasil edit sementara. Sangat dimungkinkan terjadinya perubahan.  
  • Fine  Cut : Hasil edit akhir. Setelah mencapai tahapan ini, susunan gambar  sudah tidak bisa lagi berubah.  Visual  Graphic : Penambahan unsur-unsur graphic dalam film. Seperti teks,  animasi, color grading, dsb.  Sound  Editing/Mixing : Proses editing dan penggabungan suara. Suara  meliputi Dialog, Musik dan Efek Suara  Married  Print : Proses penggabungan suara dan gambar yang tadinya terpisah  menjadi satu kesatuan. 
  • Master  Edit : Hasil akhir film.  
Film Dokumenter 
Tidak seperti film fiksi yang memiliki skenario, seperti yang disebut diatas, film dokumenter baru bisa dibentuk di editing. Untuk itu seorang editor bersama sutradara dan penulis skenario diharuskan menonton semua hasil shooting. Setelah itu kita bisa memulai editing di atas kertas, menentukan bentuk yang kita inginkan. Sementara kita melakukan ini, proses capture / digitize bisa dilakukan. 

Istilah Teknis Editing 
Metode Editing 
Terbagi menjadi 2, yaitu CUT dan TRANSISI
CUT
Proses pemotongan gambar secara langsung tanpa adanya manipulasi gambar.
Transisi
Proses pemotongan gambar dengan menggunakan transisi perpindahan gambar.
Optical Effect secara garis besar terbagi menjadi 3, al :   
  1. Wipe,  perpindahan gambar dengan menggeser gambar lainnya. Wipe meliputi banyak transisi, antara lain wipe, slide,  dll.
  2. Fade,  gambar secara perlahan muncul atau menghilang. Fade meliputi fade  in, fade  out dan dissolve.  
  3. Superimpose,  dua gambar atau lebih yang muncul menumpuk dalam satu frame.
 
Dengan adanya teknologi komputer, transisi tidak lagi didasari oleh perpindahan gambar. Kita bisa menggunakan transisi berdasar elemen/bagian dari gambar, baru kemudian disambung dengan bagian lain dari gambar tersebut sampai gambar tersebut menjadi utuh.  

TIPS
Pergunakan transisi sesuai dengan tujuan yang ingin kita capai. Penggunaan transisi secara berlebihan dan tidak tepat akan memberi kesan yang tidak baik bagi film kita. 

Cut terbagi menjadi 2, al:  
  1. Match  Cut, penggabungan 2 shot yang saling berkesinambungan.
  2. Cut  Away, penggabungan  2 shot yang sama sekali berbeda  

Dalam film fiksi, match cut secara mutlak wajib dilakukan. Match cut memungkinkan sebuah film yang terdiri dari banyak shot yang terpotong-potong, seolah-olah bagaikan rangkaian gambar yang mengalir tanpa terasa adanya potongan.  
Hal-hal yang harus diperhatikan agar terciptanya Match cut:   
Matching  the look menyamakan arah pandang tiap2 subyek pada tiap2 gambar yang  disambung.   Matching  the position menyamakan letak/posisi obyek pada tiap2 gambar yang disambung.   
Matching  the movement menyamakan arah gerak subyek pada tiap2 gambar yang disambung.   
Apabila kita mengabaikan ketiga hal diatas, maka akan terasa ada loncatan (jumping) dalam penggabungan gambar yang kita lakukan. Dengan memperhatikan match cut, maka akan tercipta adanya Continuity Editing. Dalam film dokumenter, karena penanganannya berbeda dengan film fiksi seperti yang sudah di atas, continuity editing tidaklah mutlak dilakukan. Fungsi editing dalam dokumenter lebih mengarah ke cutting to continuity, editing dilakukan untuk kesinambungan bercerita, bukan kesinambungan antar shot.                 

Tips kameraman TV

  1. Diskusikan dan prediksikan hal yang tidak terduga yang akan terjadi dengan team, tentang apa yang akan kamu liput terlebih dahulu.
  2. Rekamlah selama 10 detik gambar kosong / color bar untuk memberi batas sehingga mempermudah pencarian gambar ketika editing.
  3. Periksa set up audio, jangan lebih dari 0db. hal paling mudah dilakukan ialah dengan melihat audio grafik jangan sampai merah.
  4. Setting atmosfer / natural sound di channel 1 dan wawancara di channel 2h.
  5. Merekamlah dengan selektif, jangan ada gambar mubazir ato goyang dan jangan pernah ragu2. Disiplinlah dengan star,stop dan record serta biasakan edit by kamera.
  6. Diamlah ketika mengambil gambar karena audio membuat video menjadi tiga dimensi dan kamu membutuhkan suara suasana sekitar.
  7. Jika harus mengarahkan obyek, jangan mengarahkan sambil merekan. Tapi arahkan dulu bila perlu memberi contoh baru rekamlah. Agar kamu mendapat natural soundnya tanpa ada suaramu yang berisik.
  8. Tahan semua shoot antara 8 - 15 detik untuk mempermudah editing.
  9. Jangan mengulang gambar dengan obyek,komposisi dan angle yang sama.
  10. Minimalis pergerakan kamera. Pergerakan kamera akan sangat indah jika dibarengi maksud dan motivasi. Contoh : panning untuk menunjukan luas bangunan.
  11. Mulailah dan akhirilah pergerakan kamera dengan still shoot 8 detik, untuk mempermudah editing
  12. Merekamlah dalam sequence : wide shoot,medium,detail,variatif angle
  13. Selalu gunakan tripod ketika merekam subyek yang diam
  14. Selalu gunakan tripod ketika wawancara subyek yang sedang duduk
  15. Jangan malas dekatilah obyek ketika mengambil gambar, minimalis zoom in karena gambar akan labil dan goyang
  16. Jika subyek yang kamu wawancara melihat / sadar kamera, taruh dia tepat ditengah Close Up / Medium Close Up
  17. Rubahlah angle dan perspektif seindah mungkin. Jangan perlakukan kamera seperti matamu
  18. Jika subyek melihat reporter, eye level composition sangat bagus. Gunakan aturan "nose room" and " looking room" letakkan ujung hidungnya tepat di tengah kamera, jangan letakkan subyek di tengah dalam komposisi ini
  19. Beritahu subyek supaya melihat reporter dan jangan pernah melihat kamera serta jangan membuat kontak mata selama merekam
  20. Jika wawancara lebih dari satu subyek letakkan looking room yang berbeda antara satu subyek yang satu dengan yang lain
  21. Sebagai gambar perkenalan ketika editing, rekamlah sequence perbincangan antara reporter dan subyek ( 5 - 8 angle )
  22. Tebarlah pandangan jangan lengah waspadai setiap momen
  23. Jadilah peramal dan prediksikan apa yang akan terjadi nanti
  24. Untuk mendapat Depth Of Field yang sempurna, maksimalkan zoom in dan mainkan fokus
  25. Buatlah sedikit efek untuk membuang kebosanan gambar. Change Focus antar satu subyek ke subyek yang lain, Efek Background menjauh / mendekat dari subyek : lakukan  pergerakan track out sembari zoom in dan sebaliknya
  26. Jangan ragu untuk mengambil gambar Extrem Close Up
  27. Cobalah mengedit karena dengan begitu kamu akan tahu gambar apa yang mubazir dan mana yang kamu butuhkan